uncja.com, Jakarta Industri musik di Tanah Air hingga hari ini tak pernah sepi dari karya-karya terbaru berupa lagu-lagu dari para musisi dan penyanyi yang berusaha untuk memanjakan telinga para pendengarnya. Lagu merupakan salah satu hal paling penting bagi para musisi agar bisa terus menunjukkan eksistensinya di industri musik Tanah Air, terutama di mata para penggemar setianya.
Tampil di atas panggung memang cukup penting bagi para musisi lantaran hal tersebut bisa membuat mereka bertahan hidup. Namun begitu, merilis atau meluncurkan sejumlah lagu hingga menjadi album merupakan faktor yang sangat krusial. Hal itulah yang selama ini disadari oleh Alex Kuple, seorang musisi yang terus menelurkan karya-karya barunya sebagai solis.
Sejak era pandemi, tepatnya pada tahun 2020, Alex Kuple yang dikenal sebagai pemain bass ternama, telah sukses menelurkan lebih dari 200 lagu serta 13 album hingga sekarang di platform musik digital. Selama rentang waktu empat tahun, Alex Kuple hampir tiap hari berkutat di depan instrumen musik dan alat elektroniknya demi bisa menggodok karya musik terbaru.
Bahkan, Alex Kuple yang dikenal luas sebagai personel Alv Band bersama Nugie, menunjukkan produktivitasnya selama menjadi solis tanpa bantuan label rekaman besar (major label), alias berjalan secara independen atau mandiri (indie). Konsistensi Alex Kuple ini tak lepas dari beragam faktor, termasuk ketekunannya yang bisa menjadi contoh bagi para musisi muda.
Setelah akrab dengan sejumlah musisi indie hingga akhirnya terbuka pada perubahan industri musik di era digital, Alex Kuple mulai giat mempelajari sendiri proses produksi lagu, perilisan, bahkan hingga cara untuk mendapatkan pemasukan yang cukup signifikan dari platform digital.
Berdasarkan bincang-bincang dengan Showbiz uncja.com via telepon pada Selasa (17/12/2024) lalu, berikut deretan pengalaman Alex Kuple yang dirasa bisa menjadi tips tersendiri bagi para musisi agar bisa makin produktif merekam hingga merilis lagu di era digital secara independen.
1. Langsung Merekam Ide yang Muncul
Sejak menguasai cara untuk merekam lagu dan merilisnya secara mandiri, Alex Kuple mengaku selalu mendapatkan ide hingga lebih dari 20 lagu dalam satu hari. Seluruh ide yang muncul, langsung ia rekam lalu dipilih lagi, mana yang paling cocok untuk disempurnakan. Dari situlah terkadang Alex merasa takjub sendiri setelah berhasil merampungkan lagu-lagu yang idenya mengalir begitu saja.
“Dulu itu sehari bisa dapat ide lagu 20-an. Direkam ide-idenya dulu. Jadi misalkan ada beberapa nada, atau putaran chord-nya, gitarannya, direkam dulu, dikumpulin itu bisa ada 10 sampai 20-an lagu dalam sehari. Terus ya, dipilih lagi, ‘Kayaknya yang ini lebih bisa nih dibikin,'” ungkap Alex.
“Kadang-kadang juga pas kita buka komputer gitu, mau bikin lagu yang udah ada di dalam bank (data) lagu, tiba-tiba main keyboard atau gitar, bikin lagu baru malah. Kadang begitu juga seringnya. Tiba-tiba ada ide di kepala, ‘Wah enak nih bikin.’ Kadang-kadang setelah jadi lagu, pas udah jadi tuh suka bingung, ‘Kok bisa ya bikin ide begitu.’ Kayak ngalir aja begitu. Seniman kan begitu biasanya, kalau sudah larut dalam keadaan mereka, pas jadi, ‘Wah bisa bikin gini juga, ya. Loh, jadi satu lagu.’ Ya sudah, jadiin album aja beberapa lagu,” ia menyambung.
2. Memilah-milah Berdasarkan Tema
Pengalaman lain dari Alex Kuple yang dirasa cocok menjadi tips bagi musisi muda agar bisa mempertahankan produktivitasnya adalah memilah-milah lagu berdasarkan temanya. Proses ini biasanya sudah berada pada tahap untuk membuat satu album baru.
“Jadi satu album kan biasanya harus kayak ada kesinambungan, nih. Misalnya satu album temanya apa. Aku pernah bikin satu album temanya misalnya akustikan gitar. Album berikutnya misalnya piano string. Lagu berikutnya elektronik, lagu berikutnya ada yang rock. Jadi kita pilih berdasarkan temanya saja biar sama saja secara album,” ungkapnya
3. Mengajak Teman yang Bisa Diajak Kerja Sama
Tak harus benar-benar sendirian, proses memproduksi lagu juga bisa dilakukan bersama kerabat atau teman-teman yang juga memiliki semangat untuk merekam karya baru. Hal itu juga pernah beberapa kali dilakukan oleh Alex Kuple. Bahkan, ia sempat melibatkan sang istri, Tya Subiakto.
“Vokal beberapa teman ada, tapi aku kebanyakan instrumental, sih. Yang pakai vokal paling beberapa lagu aja kolaborasi dengan teman. Sekarang ada istri yang nyanyiin kan bisa (langsung direkam) kalau ada ide,” jelas Alex.
4. Merilis Lagu Secara Berkala
Sudah memiliki 13 album dan 200-an lagu dalam jangka waktu empat tahun, tentunya Alex Kuple memiliki strategi tersendiri dalam hal waktu perilisan. Perihal itu, Alex mengungkapkan bahwa ada beberapa pakem yang perlu diperhatikan. Sejumlah musisi internasional pun menginspirasinya untuk merilis lagu-lagu baru secara berkala, hingga tak terasa jumlahnya sudah banyak dan akhirnya cukup menjadi satu album.
“Waktu itu album September to Remember dan Elec3fied itu dirilisnya pada bulan yang sama. Sempat juga rilis empat lagu dalam seminggu. Itu juga awalnya enggak sengaja. Kan belum tahu cara rilis digital. Aku rilis-rilis, tanggalnya berdekatan. Tapi pas dipelajarin, sebaiknya kalau rilis digital itu kasih jeda waktu seminggu atau dua minggu. Jadi kan dulu belum tahu pakem-pakemnya gitu,” ungkap Alex Kuple.
“Di luar negeri juga ada musisi rap rilisnya seminggu sekali. Gitaris instrumental juga begitu. Jadi aku mengikuti itu, rilis seminggu sekali, kadang dua minggu sekali. Makin lama kan makin banyak tuh lagunya, bisa dijadiin album. Jadi biar semakin produktif. Setelah album ketiga Elec3fied baru nyadar, ‘Oh begitu,'” ungkapnya sembari mengenang.
5. Belajar dari Musisi Indie
Berbaur dengan para musisi indie membuka mata Alex Kuple bahwa semua proses pembuatan hingga perilisan lagu bisa dijalani sendiri. Terlebih di era digital seperti sekarang ini. Belajar dari para musisi indie, Alex Kuple terpana dengan cara mereka menggarap, merilis, hingga mempromosikan lagu terus-terusan secara mandiri tanpa harus takut tak diterima pasar. Konsistensi ini biasanya akan berbuah manis.
“Sekarang kan zamannya sudah berubah tuh. Nah tahun pertengahan 2010-an aku mulai membuka diri itu, ‘Indie sekarang gimana ya?’ Udah enggak perlu label kayaknya.’ Ya benar, pas bergaul sama mereka itu, ya sudah, mereka bikin-rilis-bikin-rilis, promo sendiri, barengan,” terangnya.
“Nanti akhirnya, biasanya, kalau sudah gede sendiri, label besar pasti menarik tuh. Orang dikontrak, ada yang mau, ada yang enggak. Jadi harus dimulai dari independen dulu. Jadi kalau enggak dimulai, masih nunggu label, (pasti) belum tahu kapan dapatnya, gitu (tertawa kecil),” ungkap Alex melanjutkan.
6. Mempelajari Sendiri Cara Masuk ke Platform Musik Digital
Hal lain yang tak kalah penting untuk menjadi sebuah tips bagi para musisi muda adalah mempelajari bagaimana lagu-lagu yang dirilis bisa diputar melalui platform musik digital. Alex Kuple pun sempat membeberkan kisahnya mencari tahun hingga mempelajari sendiri proses yang harus dilakukan agar lagu-lagunya bisa masuk ke dalam platform digital.
“Dulu sebelum pandemi aku suka nongkrong di komunitas indie… Jadi pengen tahu ini anak sekarang gimana sih kalau bikin lagu, terus rilis lagu, promo lagunya gimana. Kan mereka sering ngadain workshop komunitas indie, ya,” kenangnya. “Akhirnya saya tanya-tanya, ‘Sekarang rilis lagu gimana sih?’ ‘Oh lewat aggregator, begini caranya…’ ‘Oh, begitu…’ Setelah pandemi itu baru nyadar, ‘Oh iya, dulu kan pernah tanya-tanya ke anak-anak indie…’ Sekarang bisa rilis lagu tanpa major label, kita bisa langsung ke aggregator atau distributor,” terangnya.
“Terus nyoba-nyoba dari tutorial di YouTube, ‘Wah ternyata gampang nih merilis lagu.’ Pas nyoba-nyoba, iseng-iseng, ya sudah keterusan itu. Habis itu rilis terus, sampai sempat seminggu ada empat lagu, single, gitulah,” jelasnya. “Jadi kalau lewat aggregator itu kayak semacam agen gitulah. Kita lewat mereka, nanti mereka yang merilis ke sekitar 50-an platform tuh. Bisa Spotify, YouTube, ada Apple Music, TikTok, Amazon, segala macam. Kita cukup satu aggregator, mereka akan menyebar ke semua platform,” sambungnya.
7. Memperhatikan Royalti
Royalti atau pendapatan yang diterima oleh sang pembuatnya begitu sebuah lagu diputar di berbagai platform dan tempat umum, juga tak kalah penting. Alex Kuple pun secara tak langsung memberikan sejumlah tips yang harus diperhatikan agar pencipta lagu bisa mendapatkan hak atas royalti dari lagu-lagunya.
“Kalau royalti itu kita bisa dapat dari berbagai macam di musik. Jadi belajar sendiri dan tanya-tanya sama teman-teman, kalau misalnya lewat dari platform kayak Spotify dan segala macam itu, kita bisa dapat yang namanya mechanical right. Hak atas lagu yang kita rilis, dari streaming, dari viewers, yang kayak gitu kan dapat tuh,” jelas Alex.
“Nah terus juga dapat dari publishing rights, misalnya dijadiin iklan, buat film, diaransemen orang lain dapat juga itu. Terakhir satu lagi, performing rights, kalau lagu kita disetel di restoran, atau di mal, di kafe, atau dinyanyiin orang di panggung, kita dapat itu performing rights. Banyak jalurnya, sih,” lanjutnya menerangkan.
Selain itu, kesabaran para musisi juga harus menjadi tonggak utama setelah lagu-lagunya dirilis melalui platform digital. “Nah, kalau yang dari streaming, royaltinya kan dapatnya nanti itu. Berapa bulan, setahun, total baru kelihatan, ‘Oh dapatnya segini.’ Jadi dikoleksi, dikumpulin dulu, baru dapat. Jadi semakin banyak lagu kan kita semakin bisa dapat jumlah streaming yang banyak,” ungkapnya.
“Kalau sekarang ini zaman digital streaming, ada lagu bikin aja, rilis. Nanti syukur-syukur ada yang, ‘Eh gua mau dong lagunya, boleh enggak dipakai buat ini?’ Ya, jadi kita udah ada katalog… Jadi kayak, ‘Ini lho lagu-lagu kita, tinggal pilih, begitu,” terang Alex Kuple.